lamunan dalam laju waktu

“kamu sedang ngelamunin apa sih, Tar?” tanya Radian saat pandangannya nanar menatap luar jendela.

“huh? enggak kok…” masih enggan memandang ke arahnya, masih menatap daratan di sisinya saat mereka melaju di dalam gerbong besi.

“ih kan, udah lah, gak perlu bohong sama aku. ada apa?”

“gak ada apa-apa kok, Radi,” ucapnya seraya menggenggam tangan Radian meyakinkan dan mengukir senyum di bibirnya yang tipis. ia berbohong lagi, begitu pikir Radian. dan lagi-lagi ia benar.

hari itu, seminggu sebelum keberangkatannya, ia lebih banyak mengunci bibir, lebih sering memendam pikir, lebih suka terperangkap angan, dan akhirnya acapkali ia mengalihkan pembicaraan dari pertanyaan kenapa dan ada apa.

Continue reading lamunan dalam laju waktu

bintang & janji

“kalau bintang bisa bicara, menurut kamu, ada berapa banyak mimpi penghuni bumi yang dibagikannya?”

“nol.” Radian langsung menoleh ke arah Matari yang menjawab dengan lugas.

“kenapa begitu?”

“karena di antara seluruh penghuni langit, aku yakin, hanya bintang yang mampu menyimpan rahasia.” gadis itu terkekeh dan melempar senyum pada lawan bicaranya.

“kalau kamu, bisa gak menyimpan rahasia?”

“bisa dong!” terdengar jelas ia bangga, “‘kan aku juga bagian dari bintang.” mengingat nama yang disandangnya ialah nama bintang terbesar di alam semesta.

“kalau gitu, janji ya, Tari, simpan rahasiaku.” Radian menyodorkan jari kelingkingnya ke depan perempuan itu.

“rahasia apa?” dahinya mengernyit, heran, dan ia tak segera menautkan jemarinya.

“aku… sedang jatuh cinta,” ucap Radian setengah berbisik dengan menatap tajam ke kedua bola mata Matari.

Continue reading bintang & janji

di antara

setiap kata berbicara tanpa suara
menggema di ruang pikirku tanpa henti, tanpa tahu diri
mengutuk dalam rongga otakku untuk berhenti, dan sadar diri
ia merengek seperti anak kecil
tentang siapa yang seharusnya aku buang jauh dari ingatan

sedang detakku masih seiring dengan detikmu
menjelma luluh dalam hangat tatapmu
remuk dalam erat genggammu
luruh dalam harum ragamu
terpelatuk dalam hakikat bahwa kini semuanya hanya nyata dalam imaji

inikah yang dikatakan perang tak berujung?
antara kenyataan dan harapan
antara keharusan dan keinginan
antara pergi dan tinggal
antara hati dan pikiran
antara kita yang dulu ada
dan kita yang tinggal kenangan

—ancilladiska
#dissays

selesai sudah

untuk sang hujan,
ingin kusampaikan terimakasih
karena kini kau tinggalkan basah tak berkesudahan di pelupuk, di pelipis, dan di sekujur tubuhku;
seminggu t’lah berlalu sejak hari itu:

hari kala hening pikirku bersaing dengan deru deras jatuhmu
hari saat aku beri pertanda bahwa aku belajar merela
melepas segala luka, menghapus seluruh perih, meluruhkan semua sakit—sejak jejak air matanya diteteskan di punggung tanganku, bersembunyi di antara ribuan rintikmu

kau sisakan cerita yang sama di ingatan aku dan dirinya
memaksa kami—pembenci ulungmu—merajut aksara, mengecam hadirmu malam itu
ia menjadi semakin enggan berjumpa denganmu,
dan aku berbalik dari segala rasa cinta akan tetesmu

hujan,
ada banyak mata yang merindumu
ada banyak hati yang mengharapmu
tapi tidak dengan aku dan dirinya

malam itu adalah luka, namun malam itu pula yang menjadi obat
untuk segala ketidakmungkinan disudahi dari segala jika
untuk segala ketidakpastian menemui titik dari tanda tanya
untuk segala harapan dibenturkan keras pada realita

untuk sang hujan,
ingin kusampaikan terimakasih
karena kini kau tinggalkan basah tak berkesudahan di netraku
mengandung segala cerita cinta yang pernah kubangun bersamanya,
yang kini menemui jalan buntu bersama jatuhmu

kau yang paling tahu:
air mata ini tentang bagaimana melepas—seperti kau yang jatuh dengan rela tanpa dendam

hujan, pergilah dari kenangan pahitku
jadikan kembali aku penyayang kedatanganmu yang sering tetiba begitu saja menghancurkan suasana, menemani kegalauan, menghadirkan masa lalu

akankah kau bawakan aku kisah yang memberi harapan indah?
dengan cinta yang lebih dekat realita

—ancilladiska
#dissays

tentang sebuah akhir

ada yang tiada habisnya, bahkan setelah kau tulis epilog pada ceritamu
ada yang masih mengkhayal tentang segala jika, dan hanya jika
ada yang tak henti mengharap tentang keseandaian yang jauh dari angan

karena sederhananya—atau rumitnya:
berakhir tak selalu berarti terakhir,
tentang rasa,
tentang kita,
tentang cinta

kerna realitanya:
menghapus memori tak semudah mengedip mata
meredam rindu sama sulitnya dengan menyembuh luka

akankah kau lalu hilang dari aksara prologku yang baru?

—ancilladiska
#dissays

pengagum rahasia

ada mawar merah yang merekah malu-malu
indah namun enggan disentuh kerna ia berselimut duri
sesekali ia mengharap, lain waktu ia berpasrah

ia memuja insan bermahkota putih harumnya semerbak dalam hidu—
terlalu menyengat
layaknya pada sebuah perayaan sang melati merayu tanpa usaha

dua yang terkesan serasi—sangat serasi; selalu bersama tapi tidak diikat
atau salah satunya hanya sekadar
ingin terlihat puluhan pasang mata seperti itu
padahal kebersamaannya selalu menuai cemburu

bukankah berdampingan tak berarti satu?
dalam realita si merah hanya diam-diam jatuh pada pesonanya
sedang si putih hanya ramah seperti biasanya—tak tahu menahu ada apa

dua yang saling bertahan pada sebuah frasa: kita itu ya seperti ini
dusta bagi yang satu, fakta bagi yang lainnya

—ancilladiska
Continue reading pengagum rahasia

kirana

pendar itu kian samar di langit yang begitu kelam

ke manakah ia?
tawa yang secerah siang hari
terang yang penuhi hari
dari waktu ke waktu

adakah bintang-bintang di sekitarmu meredupkan cahaya
atas perintah mentari yang iri
melihat sang dewi malam dipuja-puja pesonanya?

ataukah ada gelap lain
yang menyembunyikan kau di dalam malam?

bahkan sungging senyum tak lagi terukir di antara awan
seolah detik berhenti di kala pergantian candra
kabut malam seolah menjadi pelindung yang menidurinya
hilang, tak terjangkau

pendar itu kian samar di langit yang membuatnya tenggelam

hai, kirana
ke manakah ia?
ceriamu
ceritamu

aku di sini merindu
lilin lebah kecilku
yang dengan caranya sendiri:
bersinar

—ancilladiska
#dissays

air mata

air mata tak pernah pintar bersembunyi
bahkan lewat frasa yang tertuang di puisimu, aku tahu
ada setetes lagi yang berhasil menenggelamkanmu
ke dalam genang kenangan
palung yang paling menyiksamu

dan untuk itu, aku meminta maaf;
karena tiada berhak lagi aku menghapusnya
sebab kini akulah penyebab ia tiada henti
menghancurkan bendung kelopak matamu

—ancilladiska
#dissays

masih

tadi malam,
kamu bertemu siapa di mimpimu?
adakah aku masih berbayang?
ataukah aku telah henti menghantui?

sedih rasanya,
jika jawabmu bukan namaku
jika aku kini bahkan tak teringat di alam bawah sadarmu

karena aku,
masih setiap malam menggambar kamu dalam bunga tidurku
beriring air mata yang membasahi seluruh bantalku

lalu pagi kan menyapa dengan tamparan realita
bahwa kamu bahkan tak ada lagi dalam genggam tangan

—ancilladiska
#dissays